![]() |
Potret Ayah saya (Foto: Chiara Dewi Chatlina) |
Sebagai seorang anak, bicara tentang orang tua itu sangat bermakna.
Begitu banyak perjuangan, peran, dan kasih sayang yang dengan tulus mereka berikan
kepada anak-anaknya. Saya akan membagikan keistimewaan dari salah satu tokoh
yang sangat spesial di hidup saya, ia adalah Ayahku.
Namanya Sigit Widodo, ia lahir di Magetan, 05 Mei 1976. Kurang lebih
sudah empat puluh delapan tahun perjalanan hidup dilaluinya. Terlahir sebagai
anak pertama dari pasangan Almarhum Bapak Pujo Santoso dan Ibu Sulami, memiliki dua adik
perempuan, dan tumbuh besar dari keluarga bahagia yang terbilang sederhana.
Masa sekolah Ayah saya sudah berlalu bertahun-tahun lamanya. Ia lulus
Taman Kanak-kanak pada tahun 1982. Dilanjutkan lulus Sekolah Dasar di tahun
1988. Lalu, lulus SMP tahun 1991, dan menyelesaikan studi di bangku SPP-SPMA sejak tahun 1994.
Setelah menuntaskan fase pendidikan sekolahnya, Ayahku tidak pernah terlintas
di pikirannya untuk melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi, namun, lebih memilih untuk langsung
bekerja. Ayah saya langsung mengadu nasib merantau ke Kalimantan Selatan ikut
pamannya yang kala itu bekerja sebagai karyawan pabrik gula Pelaihari. Disana, ia diterima kerja harian bagian
pengairan kebun tebu. Gajinya sehari tiga ribu rupiah yang hanya cukup untuk
makan saja. Pekerjaannya di Kalimantan Selatan tidak bertahan lama, karena tidak
kunjung diangkat sebagai karyawan tetap.
Ayah saya akhirnya pulang ke kampung halaman setelah satu tahun bekerja. Kebetulan,
orang tua Ayah saya mendapatkan informasi dari tetangga bahwa ada pendaftaran tamtama
TNI AU. Satu desa ada sepuluh pemuda yang berminat daftar, termasuk Ayah saya.
Setelah mengikuti seleksi, kabar baiknya Ayah saya lulus tes TNI AU bersama satu
temannya yang bernama Sukarno.
![]() |
Potret profesi Ayah saya (Foto: Chiara Dewi Chatlina) |
Ayah saya mulai menempuh Pendidikan Pertama
Tamtama Prajurit Karir (Dikmata PK) selama lima bulan (dari bulan Juli sampai November 1995). Kemudian, Ayah saya
dilantik pada tanggal 16 November 1995 dan mengambil sumpah prajurit yang
menandakan Ayah saya resmi menjadi anggota TNI AU berpangkat Prajurit Dua
(Prada). Gaji pertama yang Ayah saya dapatkan di tahun 1995, yaitu sembilan
puluh ribu rupiah perbulan.
Berdasarkan hasil pencapaian nilai selama menjalani masa pendidikan, Ayah saya dapat pembagian korp Komando Pasukan Gerak Cepat (Kopasgat) yang merupakan pasukan elitnya TNI AU. Tahun 1997, ia sah memakai baret jingga dan sangkur komando sebagai prajurit Kopasgat TNI AU sejati. Singkat cerita, penempatan dinas pertama Ayah saya di Kota Jakarta dan hanya sampai tahun 2000. Kemudian, pindah dinas ke Kota Pontianak selama sembilan tahun. Selanjutnya, pindah dinas lagi ke Kota Bandung sampai tahun 2021. Lalu, sejak tahun 2021 hingga sekarang, pindah dinas ke kota asal sendiri, yaitu di Lanud Iswahjudi, Magetan.
Selama mengabdi untuk negara, tentunya banyak pengalaman tugas yang
berkesan. Salah satunya ketika menjadi bagian dari pasukan Garuda, julukan dari
pasukan penjaga perdamaian dunia asal Indonesia. Tempat misi Perserikatan
Bangsa-bangsa (PBB) berada di Darfur Sudan, Afrika Timur Laut pada tahun
2014-2015. Ayah saya ditugaskan selama satu tahun bersama 850 anggota TNI lainnya yang terpilih dari ketiga
matra, yaitu TNI AD, TNI AL, dan TNI AU. Pemberangkatan ke tempat
misi dari Indonesia menggunakan pesawat boeing dan sempat transit di beberapa
negara, seperti India, Ethiopia, dan barulah tiba di Darfur, Sudan.
Pengalaman lain Ayahku yang berkesan yaitu pernah sekolah guru militer dan
pernah bertugas sebagai pelatih tentara. Syarat sekolah guru militer minimal
dari golongan bintara. Pada tahun 2006, Ayah saya lulus sekolah bintara
berpangkat sersan dua. Pada tahun 2007, ia mendapat panggilan sekolah guru
militer dan menjalankan pendidikannya di Lanud Adi Sumarmo, Solo, Jawa Tengah.
Setelah lulus dari sekolah guru militer, Ayah saya akhirnya menjadi salah satu
pelatih TNI AU.
Di tengah kesibukannya bekerja, Ayahku mempunyai hobi mengoleksi sepeda ontel peninggalan Belanda dari berbagai merk dan sepeda motor jadul Honda buatan Jepang, terutama C70 dan CB yang klasik. Biasanya ia pakai untuk perjalanan kerja, buat touring pun tak pernah ketinggalan, selalu naik bersama motor antik favoritnya. Teringat satu momen bersama Ayah saat saya masih kecil, saya pernah diajak Ayah mengikuti event sepeda antik di Kota Bandung. Saat itu, saya dibonceng dari rumah sampai ke tempat acara yang jaraknya tidak dekat. Selama acara berlangsung, saya dan Ayah bersama-sama dengan peserta acara lain serentak mengelilingi Kota Bandung yang asri dan segar, event sepeda antik ini menjadikan salah satu pengalaman seru dan menyenangkan bersama Ayah.
![]() |
Potret saya bersama Ayah (Foto: Chiara Dewi Chatlina) |
Ayah bertemu dengan Ibu saya pertama kali tahun 1998, ketika Ibu saya
masih kelas dua SMA. Lalu, Ayah saya dikenalkan kepada Ibu saya oleh adik perempuan
keduanya yang merupakan teman sekelas Ibu saya juga. Akhirnya, kedua orang tua
saya berjodoh dan memutuskan untuk menikah pada tahun 2000. Orang tua saya
dikaruniai dua anak, anak pertama laki-laki lahir tahun 2001 dan anak kedua yaitu saya sendiri terlahir pada tahun 2005. Menjadi imam dan kepala keluarga
bukanlah persoalan yang mudah bagi Ayah saya, Ia berkewajiban membangun keluarga
cemara yang sakinah, mawaddah, dan warahmah sebagai salah satu bentuk tanggung
jawab seorang Ayah yang berhasil ia penuhi.
Pada dasarnya, saya sekeluarga suka menghabiskan waktu bersama (family time), Ayahku sering mengajak
saya berjalan-jalan ke berbagai tempat yang belum pernah saya kunjungi
sebelumnya. Misalnya, ke restoran enak, ke tempat wisata alam, ke tempat
bersejarah sambil mempelajari hal-hal baru, dan menyusuri berbagai kota
bersama. Biasanya, Ayah saya juga sering mengajak jalan-jalan sore mengelilingi
daerah sekitar tempat tinggal dan membelikan saya beraneka jajanan yang saya
sukai. Ia juga sering inisiatif mengabadikan foto saya dan keluarga untuk
mengenang momen indah yang berharga.
Selain memiliki love language
quality time, Ayahku juga sangat words
of affirmation, contohnya ia suka memuji apapun tentang saya, suka
memberikan nasehat terbaiknya, ia sering bercerita dan bercanda untuk menghangatkan suasan, dan
mengingatkan untuk selalu menjaga ibadah dan menjadi manusia baik.
Mempunyai sosok Ayah yang menjalankan perannya sebagai kepala keluarga yang sesungguhnya itu termasuk suatu hal yang amat saya syukuri. Ayah selalu memberikan contoh-contoh baik yang kemudian saya terapkan dalam kehidupan. Ia selalu bekerja keras tanpa kenal lelah, serta semua usahanya untuk selalu membahagiakan Istri dan anak-anaknya patut diberikan apresiasi lebih. Terima kasih, Ayah! Terima kasih telah hadir menjadi garda terdepanku dan keluarga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar